3 UTS-3 My Stories for You
Sesuatu di Malang
Setelah seharian penuh mengikuti berbagai kegiatan di ruangan yang terasa begitu padat dan bising, akhirnya kami bertiga bisa keluar untuk menghirup udara segar Malang. Ada sesuatu yang istimewa dari kota ini. Entah dari semilir angin yang membawa aroma tanah basah, atau dari aroma makanan di sepanjang jalan yang terasa seperti ajakan halus untuk berhenti sejenak dan menikmati hidup. Kami memutuskan untuk makan siang bersama, mencoba bakso Malang yang konon wajib dicoba oleh siapa pun yang menginjakkan kaki di kota ini. Suasananya terasa ringan, percakapan mengalir tanpa arah, dan tawa kecil di antara kami menjadi jeda manis dari rutinitas yang padat. Setelah makan, kami singgah di sebuah kafe kecil yang tenang, duduk lama tanpa banyak bicara, hanya menikmati langit sore yang mulai kehilangan warnanya.
Menjelang senja, kami berpisah sebentar untuk beribadah. Ada sesuatu yang damai di momen itu, seolah semua hiruk pikuk hari perlahan luruh dan berganti dengan ketenangan yang hangat. Setelah selesai, kami bertemu lagi di Universitas Brawijaya, tempat acara malam itu diadakan. Dua teman saya sudah menunggu di parkiran, sementara saya datang paling akhir, seperti biasa. Kami sempat bercanda kecil sebelum akhirnya dijemput oleh panitia yang menyambut dengan ramah dan antusias. Ia mengantar kami menuju tempat acara yang tak jauh dari situ, dan sepanjang perjalanan, obrolan ringan terasa cukup untuk membuat langkah terasa lebih ringan.
Saat tiba di lokasi, suasananya langsung berbeda. Ada nuansa hangat yang sulit dijelaskan, campuran antara antusiasme, rasa ingin tahu, dan kekaguman. Sebelum acara dimulai, kami disuguhi makan malam yang luar biasa lezat, sepiring rawon dengan kuah hitam yang aromanya saja sudah cukup membuat lapar kembali. Rasa lelah sepanjang hari terasa seperti memudar perlahan. Ketika akhirnya kami masuk ke ruang utama, suasana berubah lembut. Cahaya kuning redup, dekorasi elegan, dan musik yang mengalun pelan membuat ruangan terasa seperti pelukan.
Acara dimulai dengan sesi talkshow dari salah satu tokoh penting Telkomsel. Ia berbicara dengan nada yang tenang tapi tegas, tentang perjalanan, tentang semangat, dan tentang nilai-nilai yang sering kali kita lupakan di tengah ambisi. Ia berkata bahwa seseorang tidak diukur dari hasil akhirnya, melainkan dari usahanya untuk tetap berjalan, dari keberaniannya untuk gagal, dan dari kemauan untuk terus belajar. Kata-katanya sederhana, tapi menembus jauh. Saya mendengarkan dengan saksama, dan di tengah keramaian itu, saya merasa seperti sedang bercermin. Saya menyadari bahwa mungkin selama ini saya terlalu sering terburu-buru mencari pencapaian, hingga lupa menikmati proses yang membuat saya tumbuh.
Ketika acara berakhir, suasana menjadi jauh lebih santai. Musik mulai terdengar lebih ceria, orang-orang berdiri, berbincang, dan tertawa bersama. Saya berbicara dengan banyak orang malam itu, beberapa datang dari jauh, beberapa punya cerita hidup yang tak kalah menarik. Ada rasa hangat yang mengalir, semacam keterhubungan yang muncul begitu saja tanpa perlu banyak kata. Saya belajar sesuatu dari setiap pertemuan itu: bahwa manusia bisa saling memahami tanpa perlu mengenal lama, bahwa kebaikan bisa lahir dari percakapan sederhana.
Malam itu saya pulang dengan hati yang penuh. Udara dingin Malang terasa berbeda, seperti membawa keheningan yang lembut dan penuh arti. Saya berjalan perlahan menuju kendaraan sambil memutar kembali setiap momen yang baru saja terjadi. Di tengah lampu jalan yang temaram, saya tersenyum kecil. Bagi orang lain, mungkin malam itu hanya satu dari sekian banyak acara yang mereka hadiri. Tapi bagi saya, itu adalah titik kecil yang berarti. Saya belajar bahwa kebahagiaan sering kali tidak datang dari hal besar, melainkan dari pertemuan yang tulus, dari tawa yang lahir tanpa alasan, dan dari kesempatan untuk benar-benar hadir di momen yang sedang berlangsung.
Malam itu mengingatkan saya bahwa penemuan diri tidak selalu datang dari perjalanan panjang atau pencapaian besar. Kadang, ia muncul diam-diam, di antara gelas kopi yang mulai dingin, di antara percakapan ringan, atau di tengah udara dingin kota yang tidak pernah benar-benar tidur. Malang memberi saya pelajaran sederhana: bahwa setiap pertemuan punya arti, setiap langkah punya cerita, dan setiap hati punya cara sendiri untuk menemukan pulangnya.